Jakarta -
Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno menanggapi usulan gubernur dipilih oleh pemerintah pusat. Adi menyebut hal tersebut sebagai sebuah kemunduran demokrasi.
"Jelas langkah mundur demokrasi. Padahal dulu sebelum reformasi 1998, sejak lama kepala daerah ditunjuk langsung pemerintah pusat, hasilnya juga nihil," kata Adi kepada wartawan, Selasa (29/7/2025).
Menurutnya, yang terjadi saat itu malah sentralisasi kekuasaan dan aspirasi daerah diabaikan. Adi heran padahal Indonesia baru melaksanakan pilkada langsung selama 20 tahun, tapi tiba-tiba banyak usulan kepala daerah ditunjuk pusat atau dipilih DPRD. Hal ini terkesan elite takut kepada rakyatnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Gubernur dipilih pusat) lebih banyak negatifnya. Misalnya rakyat di daerah tak punya kemewahan pilih pemimpinnya secara langsung, karena kepala daerah hanya dipilih segelintir DPRD dan ditunjuk pusat. Daerah hanya jadi objek kepentingan pusat, daerah tak bisa berinovasi karena didikte dari atas," sambungnya.
Adi bertanya-tanya mengapa elite politik berulang kali mengusulkan kepala daerah dipilih DPRD dengan alasan ongkos politik mahal. Padahal, terang Adi, kunci politik berbiaya murah ada di partai politik.
"Buktinya, yang bertarung di pilkada hampir 1.000 persen kader partai, yang bikin aturan main juga kader partai di parlemen dan pemerintah. Malah yang dikorbankan rakyat. Supaya ongkos politik murah ya kuncinya di partai politik. Bukan kepala daerah dipilih DPRD atau ditunjuk pusat," ucap Adi.
Menurut Adi, reformasi lahir karena rakyat tak punya hak tentukan pemimpinnya sendiri. Rakyat hanya disuguhi pemimpin selera pusat, bukan selera rakyat. Adi menganggap pilkada langsung sangat ideal, tinggal dibenai saja kekurangannya.
"Kalau para elite itu mau kepala daerah dipilih DPRD atau ditunjuk langsung pusat, mestinya sekalian saja usulkan pilpres dipilih MPR. Kalau perlu tak usah pemilu sekalian," sambungnya.
Sebelumnya, Ketum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menanggapi terkait ide pemilihan kepala daerah. Cak Imin mengatakan ada dua hal yang menjadi kesimpulan PKB dalam pengkajian ulang pemilihan kepala daerah secara langsung.
"Jadi sebetulnya hasil pertemuan NU di beberapa kali munas, musyawarah nasional memerintahkan kepada PKB untuk mengkaji ulang pemilihan kepala daerah secara langsung. Satu, kesimpulannya seluruh kepala daerah habis biaya mahal untuk menjadi kepala daerah, yang kadang-kadang tidak rasional. Yang kedua, ujung-ujungnya pemerintah daerah juga bergantung kepada pemerintah pusat dalam seluruh aspek, belum bisa mandiri atau apalagi otonom," kata Cak Imin di JCC Senayan, Rabu (23/7).
Cak Imin mengatakan PKB ingin ada dua pola dalam pemilihan kepala daerah. Kedua pola itu adalah gubernur dipilih oleh pemerintah pusat, sementara bupati dipilih oleh rakyat melalui DPRD.
"Pola yang pertama gubernur sebagai perwakilan pemerintahan pusat ditunjuk oleh pemerintah pusat. Gubernur, tetapi bupati karena dia bukan perwakilan pemerintah pusat maka bupati dipilih oleh rakyat melalui DPRD," tambahnya.
(isa/eva)