Jakarta -
Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menjadi sorotan gegara pernyataannya tentang kasus pemerkosaan massal Mei 1998. Komisi X DPR akan meminta penjelasan kepada Fadli Zon mengenai pemerkosaan massal 1998.
"Komisi terkait saya dengar akan meminta menteri yang bersangkutan untuk memberikan keterangan di DPR. Saya pikir itu bagus, untuk mengklirkan hal-hal yang kemudian menjadi polemik di masyarakat," kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/6/2025).
Dasco juga menanggapi keramaian mengenai penulisan ulang sejarah yang tengah dilakukan pemerintah. Ia meminta publik menanti penjelasan pemerintah yang akan didalami oleh Komisi X DPR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Begini, kita kan nggak tahu, jangan menuduh ada kepentingan dari penguasa, kan itu baru akan didalami oleh Komisi X. Nah, setelah didalami, baru diambil kesimpulan. Jangan diambil kesimpulan sekarang," ujarnya.
Diketahui, sejumlah aktivis perempuan mengecam pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang menyatakan tidak ada bukti dalam pemerkosaan massal Mei 1998. Mereka menuntut Fadli Zon meminta maaf.
Kritik itu salah satunya disampaikan oleh Komnas Perempuan. Komnas Perempuan mengingatkan bahwa hasil laporan resmi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait kerusuhan Mei 1998 mengungkapkan temuan adanya pelanggaran HAM, yakni peristiwa 85 kasus kekerasan seksual, termasuk 52 kasus perkosaan.
Temuan tersebut telah disampaikan langsung kepada Presiden BJ Habibie dan menjadi dasar pengakuan resmi negara. Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melalui Keppres No 181 Tahun 1998.
Komnas Perempuan menyebutkan penyintas tragedi ini telah lama memikul beban. Karena itu, pernyataan Fadli Zon itu dinilai menyakitkan dan memperpanjang impunitas.
"Penyintas sudah terlalu lama memikul beban dalam diam. Penyangkalan ini bukan hanya menyakitkan, tapi juga memperpanjang impunitas," ungkap komisioner Komnas Perempuan, Dahlia Madanih, kepada wartawan, Minggu (15/6).
Komisioner Yuni Asriyanti menambahkan penegasan ini. Dia menyampaikan bahwa pengakuan atas kebenaran merupakan pondasi penting bagi proses pemulihan yang adil dan bermartabat.
"Kami mendorong agar pernyataan tersebut dapat ditarik dan disampaikan permintaan maaf kepada penyintas dan masyarakat, sebagai wujud tanggung jawab moral dan komitmen terhadap prinsip hak asasi manusia," ujarnya.
(dwr/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini