Jakarta -
Lembaga kajian independen Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyambut positif program ketahanan pangan di Lembaga permasyarakatan (lapas) yang digagas Menteri Imigrasi dan Permasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto. Dia mengatakan program ketahanan pangan di lapas adalah bagian dari pembinaan narapidana, namun dengan konsep yang dibenahi.
"Kami dari ICJR menyambut positif program tersebut, karena kan sebenarnya itu bagian dari pembinaan," ucap peneliti ICJR, Bahaludin Surya, kepada detikcom pada Senin (23/6/2025).
Dia pun pernah mendengar soal pembinaan narapidana melalui kegiatan ternak lele di Pulau Nusakambangan. "Dan kalau memang lingkup (kegiatan)-nya di lapas, memang saya sudah pernah dengar ada program ternak lele di Nusakambangan sudah cukup lama," sambung Bahaludin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahaludin menyebut program ketahanan pangan di lapas sama seperti program pelatihan lainnya yang memang biasanya diikuti narapidana. Namun menurut Bahaludin, Kementerian Imipas mensosialisasikan program dengan lebih baik ke masyarakat saat ini.
"Sebenarnya ini sama dengan program pembinaan yang sudah ada seperti melukis, membatik, nah itu kan sudah umum. Tapi (program ketahanan pangan) ini dipasarkan lebih baik ke masyarakat dari sisi pemberitaannya. Ini program yang sudah ada di lapas tapi mungkin lebih diperbaiki lagi proses-prosesnya," jelas Bahaludin.
Menteri Imipas Agus Andrianto memimpin panen jagung di Sarana Asimilasi dan Edukasi (SAE) Semar Budal 1, Lapas Terbuka Kelas IIB Kendal Jawa Tengah (Audrey Santoso/detikcom)
Diketahui Menteri Imipas Agus Andrianto mencanangkan lapas turut andil dalam ketahanan pangan. Yang pada praktiknya melibatkan narapidana untuk mengelola area pertanian, peternakan ayam dan kambing, serta budidaya ikan.
Para narapidana yang diikutsertakan dalam program ketahanan pangan adalah yang sedang menjalani proses asimilasi atau telah menjalani dua pertiga masa pembinaan di dalam lapas. Hasil panen pertanian, peternakan dan perikanan akan dijual dan narapidana mendapat 40 persen dari hasil penjualan, yang diharapkan menjadi tabungan dan bisa dipergunakan utuh saat sudah bebas.
"Dan saya juga lihat dari berita, ada papan soal laporan keuangan dan segala macam, itu kan bagian dari transparansi dan akuntabilitasnya ya. Menurut saya juga poin yang baik di program tersebut," ujar Bahaludin.
3 Catatan ICJR untuk Kementerian Imipas
Masih terkait program tersebut, Bahaludin memiliki tiga catatan. Pertama soal transparansi, kedua tentang kesukarelaan, dan ketiga soal asesmen napi yang ikut program ketahanan pangan.
"Kalau memang ada (bagi hasil uang hasil panen ke napi), perlu ada transparansi. Bagaimana laporan keuangannya, apakah benar masuk ke rekening napi, apakah ada datanya?" ucap Bahaludin.
Kemudian catatan kedua adalah soal kesukarelaan narapidana mengikuti program ketahanan pangan. Bahaludin menuturkan perlu dipastikan napi yang ikut kegiatan pertanian hingga perikanan tak dalam paksaan.
"Kalau di lapas itu memang ada kegiatan pemberdayaan, misalnya membatik, melukis. Mereka sifatnya volunteer, memang kemauan diri sendiri. Nah perlu juga dipastikan warga binaan ikut program (ketahanan pangan) ini sukarela atau volunteer, atau tidak? Karena kan di lapas ada relasi kuasa," ujar Bahaludin.
Kemudian ketiga, Bahaludin juga mengatakan perlu adanya asesmen terhadap para napi yang diikutsertakan dalam program ketahanan pangan. Asesmen yang dimaksud bertujuan memastikan minat sesungguhnya para napi yang diikutsertakan dalam program.
"Perlu asesmen untuk melihat benar nggak warga binaan yang diajak program itu memang berminat di situ. Kalau nggak, dia hanya disuruh ikut-ikut saja, pas bebas dia ternyata maunya lain. Nantinya jadi malah tidak ada gunanya mengajak yang nggak benar-benar minat," ucap Bahaludin.
(aud/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini