Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) yang juga dikenal makelar perkara, Zarof Ricar, divonis 16 tahun hukuman penjara. Zarof telah menimbun harta hingga Rp 1 trilun.
Sebelumnya, Zarof berdalih lalai padahal sudah menimbun harta mencapai Rp 1 triliun yang jumlahnya jomplang dibanding apa yang dilaporkannya ke KPK.
Pengakuan lalai itu disampaikannya saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa, 10 Juni 2025. Dia mengaku menyesal karena terancam menghabiskan masa pensiunnya di balik jeruji.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya amat menyesal di umur saya yang sudah 63 tahun dan pada masa pensiun, serta di saat saya berikhtiar untuk menghabiskan banyak waktu bersama keluarga, saat ini saya malah berada di sini karena kelalaian saya," kata Zarof.
Semua berawal dari putusan bebas yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada seorang bernama Gregorius Ronald Tannur atas dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian terhadap Dini Sera Afrianti. Jaksa mencium ketidakberesan hingga membongkar adanya praktik transaksi haram di balik vonis itu.
Para hakim yang menjatuhkan vonis bebas itu dijerat. Pengacara hingga ibu Ronald Tannur ditangkap. Lalu muncullah nama Zarof Ricar yang saat itu ditengarai sebagai makelar perkara di balik putusan bebas tersebut.
Zarof adalah seorang mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), dia pernah menjabat Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung atau eselon II a periode 30 Agustus 2006 sampai 1 September 2014.
Kemudian, karier Zarof meningkat pada Oktober 2014-Juli 2017. Dia menjabat Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI eselon II a.
Sebelum pensiun, Zarof menjabat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan hukum dan peradilan Mahkamah Agung eselon I a pada periode Agustus 2017 sampai 1 Februari 2022. Setelah itu dia pensiun.
Selain itu, Zarof dikenal sebagai 'makelar kasus' julukan itu terungkap saat dia terseret kasus suap majelis hakim yang menjatuhkan putusan bebas kepada Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera. Pada Oktober 2024, Zarof ditangkap Kejagung di Jimbaran, Bali.
Setelah penangkapan Zarof, Kejagung terus mengusut peran Zarof. Hingga akhirnya, pada bulan yang sama tidak jauh dari waktu penangkapan, jaksa menggeledah rumah Zarof.
Saat itu jaksa menyita uang Rp 920 miliar dan emas batangan seberat 51 kg saat penggeledahan. Jika uang dan emas 51 kg yang diterima Zarof ditotal, jumlahnya lebih dari Rp 1 triliun.
Hitungan ini memakai konversi harga emas pada saat itu Rp 1.692.000 per gram, nilai 51 kg emas itu sekitar Rp 86,2 miliar.
Temuan itu membuat jaksa yang melakukan penggeledahan kaget. Bahkan ada yang hampir pingsan melihat harta Zarof segitu banyaknya.
"Anak buah kami mau pingsan menemukan uang sebanyak itu tergeletak di lantai saat itu," kata Jampidsus Febrie Adriansyah saat rapat dengan Komisi III DPR di kompleks senayan, Jakarta (20/5/2025).
Dengan harta yang banyak itu, Zarof tidak pernah melaporkan harta kekayaannya ke KPK. Zarof juga tidak melaporkan dugaan penerimaan gratifikasi selama menjadi pejabat MA.
Dalam persidangan yang berlangsung pada Maret 2025, Zarof diketahui hanya melaporkan dia menerima gratifikasi satu kali. Itu pun yang dia laporkan hanya penerimaan karangan bunga senilai Rp 35,5 juta saat pernikahan putra Zarof.
Selama periode 2012-2022, Zarof tidak pernah melaporkan menerima gratifikasi. Padahal harta senilai Rp 1 triliun lebih itu tersimpan di rumah Zarof.
Divonis Penjara 16 Tahun
Zarof pun menjalani sidang vonis. Ia divonis hukuman penjara selama 16 tahun.
"Mengadili, menyatakan Terdakwa Zarof Ricar telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemufakatan jahat dan menerima gratifikasi," ujar ketua majelis hakim Rosihan Juhriah Rangkuti saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Rabu (18/6).
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 16 tahun," ujar hakim.
Hakim juga menghukum Zarof membayar denda Rp 1 miliar. Jika denda tidak dibayar, diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.
Hakim menyatakan Zarof bersalah melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 UU Tipikor.
Sebelumnya, Zarof Ricar dituntut 20 tahun penjara. Jaksa juga menuntut Zarof membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Lantas, bagaimana nasib harta bernilai Rp 1 triliun itu? Baca halaman selanjutnya.
Hakim Terisak Saat Bacakan Vonis
Hakim terisak bacakan vonis 16 tahun penjara ke Zarof Ricar. (Ari Saputra/detikcom)
"Perbuatan terdakwa mencederai nama baik serta menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya," ujar ketua majelis hakim Rosihan Juhriah Rangkuti saat membacakan amar putusan.
Dengan suara bergetar, hakim menyebut Zarof Ricar serakah padahal mempunyai banyak harta. Hakim juga menyatakan Zarof tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi
"Perbuatan Terdakwa menunjukkan sifat serakah karena di masa purna bakti masih melakukan tindak pidana, padahal telah memiliki banyak harta benda," ujar hakim.
Sementara itu, pertimbangan meringankan vonis ialah Zarof menyesali perbuatannya dan belum pernah dihukum. Hakim menyebut Zarof juga masih memiliki tanggungan keluarga.
Harta Rp 1 T Dirampas Negara
Zarof Ricar. (Ari Saputra/detikcom)
Mulanya, hakim anggota Purwanto S Abdullah mengatakan Zarof sepakat membantu Lisa untuk mengurus kasasi perkara Ronald Tannur.
"Menimbang bahwa terhadap penawaran permintaan bantuan pengaturan putusan di tingkat kasasi dari Lisa Rachmat tersebut disanggupi oleh terdakwa Zarof yang disepakati biaya pengaturan putusan kasasi sebesar Rp 5 miliar untuk hakim, dan Rp 1 miliar untuk terdakwa Zarof Ricar sebagai jasa pengurusan perkara," ujar hakim.
Hakim mengatakan Lisa memberikan uang Rp 5 miliar ke Zarof untuk diserahkan ke Hakim Agung Soesilo terkait pengurusan kasasi Ronald. Hakim mengatakan Zarof menemui Soesilo di Makassar dan menyampaikan permintaan Lisa untuk menguatkan putusan bebas Ronald.
"Selanjutnya, pada 27 September 2024, Terdakwa Zarof Ricar menemui hakim Agung Soesilo selaku ketua majelis, pada saat Hakim Agung Soesilo menghadiri pengukuhan guru besar Prof Heri Suwantoro di Universitas Negeri Makassar. Kemudian, Terdakwa meminta kepada Soesilo agar memutus dan menguatkan putusan pengadilan Negeri Surabaya tersebut, sebagaimana permintaan Lisa Rachmat selaku pengacaranya," ujar hakim.
Hakim mengatakan Hakim Agung Soesilo menyatakan dissenting opinion dalam putusan kasasi Ronald. Hakim mengatakan uang Rp 5 miliar dari Lisa tidak diserahkan Zarof ke Soesilo melainkan untuk biaya film 'Sang Pengadil'.
"Menimbang bahwa perkara kasasi dengan register nomor 1466K.Pid 2024 atas nama Gregorius Ronald Tannur diputus Mahkamah Agung dengan amar putusan; menerima permintaan kasasi penuntut umum dengan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Gregorius Ronald Tannur selama 5 tahun, namun tidak dengan suara bulat, karena hakim Soesilo berbeda pendapat atau dissenting opinion," ujar hakim.
"Meskipun ternyata uang sebesar Rp 5 miliar yang sudah diterima oleh Terdakwa Zarof tidak diteruskan atau tidak diserahkan kepada hakim Soesilo. Namun digunakan oleh Terdakwa Zarof untuk biaya pembuatan film dengan judul 'Sang Pengadil' dan hal tersebut diketahui oleh Lisa Rachmat," imbuh hakim.
Majelis hakim menyatakan Zarof Ricar tidak dapat membuktikan asal usul duit Rp 915 miliar dan emas 51 kg yang ditemukan di rumahnya. Hakim menyatakan uang dan emas itu dirampas untuk negara.
"Bahwa terhadap aset yang disita dari terdakwa menurut majelis telah terbukti dari hasil tindak pidana korupsi karena, satu, tidak ada sumber penghasilan sah yang dapat menjelaskan kepemilikan aset berupa uang tunai dalam berbagai mata uang yang setara dengan Rp 915 miliar dan emas logam mulia sebanyak 51 kg bagi seorang PNS," kata Ketua Majelis Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti.
"Terdakwa gagal dalam membuktikan bahwa aset tersebut diperoleh secara legal melalui warisan, hibah, usaha atau sumber penghasilan sah lainnya," imbuhnya.
(rdp/rfs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini