Pakar Hukum Bicara Denda Damai Pelaku Korupsi di Kasus Pajak hingga Perbankan

5 hours ago 2

Banda Aceh -

Guru besar hukum, Pujiyono Suwadi, berbicara tentang denda damai untuk tindak pidana korupsi (tipikor). Menurutnya, tindakan tersebut telah memiliki dasar hukum.

"Denda damai untuk tipikor, dasarnya apa? Dasarnya adalah Pasal 35 Undang-Undang Kejaksaan. Untuk tindak pidana ekonomi bisa mengenakan denda tunai," kata Pujiyono di kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, dikutip Kamis (26/6/2025).

Pujiyono menjelaskan wilayah ekonomi yang dimaksud antara lain perbankan, perpajakan, asuransi, dan yang lain-lain. Pujiyono kemudian berbicara mengenai sebuah aturan yang didasarkan pada kebijakan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Lalu bagaimana tentang Pasal 4? Sekarang saya tanya, restorative justice itu sesuai dengan pasal berapa? Nggak ada undang-undang, itu adanya perkapolri, adanya perja. Itu dasar undang-undangnya di atas ada nggak? Nggak ada. Berarti yang membuat aturan dasarnya adalah kebijakan, bukan dasar aturan. Sehingga ini sebetulnya bukan norma, tapi adalah kebijakan," ungkapnya.

Dia tak menampik ketika berbicara mengenai denda damai korupsi, banyak masyarakat yang protes. Masyarakat bahkan menginginkan adanya hukuman mati bagi pelaku korupsi.

"Oke dipidana mati, sekarang saya tanya, negara mana yang melakukan pidana mati terus angka korupsi indeks persepsinya tinggi? China? Nggak. China hanya 4,2. Indonesia 3,7. Nggak jauh-jauh amat. Myanmar malah di bawah Indonesia," tuturnya.

Meski demikian, dia tetap menanggapi hujatan tersebut. Menurutnya, persepsi publik tersebut perlu diluruskan.

"Kalau kita ngomong soal kewenangan, bisa kok kewenangan itu dilakukan. Problemnya persepsi publik yang harus kita selesaikan," ungkapnya.

Dia lalu memberi contoh kasus dalam dunia perpajakan. Di mana ada aturan sanksi berupa double tax yang memberi pemasukan tinggi bagi negara.

"Sebelum ada sanksi administratif di pajak, tunggakan pajak itu tinggi. Begitu kemudian bisa double tax itu, maka tunggakan pajak menurun. Angka pemasukan negara tinggi. Kenapa kemudian kita tidak lakukan itu dengan membayar empat kali lipat ketika itu, sekarang dua kali lipat," jelasnya.

Pujiyono kemudian mengasumsikan hal tersebut diterapkan dalam kasus korupsi. Misalnya dengan mengembalikan kerugian dengan angka 10 kali lipat.

"Nah, kalau pajak itu empat kali lipat, korupsi dilebihin-lah, misalnya 5 kali atau 10 kali lipat. Untuk bayar, misalnya dia korupsi Rp 1 miliar, dia balikin Rp 10 miliar, clear," bebernya.

Pujiyono menyebut hukuman badan bukan hanya merenggut kemerdekaan pribadi, namun tidak berdampak pada rasa keadilan di masyarakat. Berbeda halnya apabila melalui penyitaan harta.

"Ketika hartanya disita dan dirampas oleh negara melalui mekanisme denda damai, maka uang pengembalian dan denda itu dapat digunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat," bebernya.

Mekanisme pemiskinan melalui denda serta hukum pidananya dilakukan melalui KUHAP baru. Untuk itu, menurutnya, masyarakat perlu memperhatikan motif dari tindakan korupsi.

"Butuh kemauan politik dari para pembuat undang-undang, termasuk masyarakat yang harus lebih memperhatikan bahwa inti korupsi adalah motif ekonomi," sebutnya.

Terkait pidananya, dia menyebut banyak pidana pokok di Indonesia yang bisa diterapkan ke pelaku korupsi. Salah satu yang disampaikannya terkait denda damai korupsi tersebut sebagai terobosan dalam penegakan hukum dengan kondisi saat ini di Indonesia.

"Membangun persepsi publik itu nggak mudah, tapi saya sampaikan terus itu akhirnya pada oh iya begitu ya. Termasuk saya diskusi saya sampaikan, coba bayangkan kalau kondisinya begini, kondisinya anomali begini apa tidak butuh terobosan dalam penegakan hukum," pungkasnya.

(rdh/jbr)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |