Koalisi Sipil Kritik Rekrutmen Tamtama TNI Besar-besaran

1 day ago 4

Jakarta -

TNI AD akan melakukan perekrutan calon tamtama secara besar-besaran, sebanyak 24.000 orang untuk membentuk struktur organisasi baru berupa Batalyon Teritorial Pembangunan. Rekrutmen ini disoroti Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang menilai pembentukan tersebut tidak sesuai tugas pokok TNI.

Melalui rekrutmen ini, prajurit nantinya disiapkan bukan untuk menjadi pasukan tempur, melainkan menjadi pasukan ketahanan pangan hingga pelayan kesehatan.

Adapun kelompok masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, yaitu Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), BEM SI, De Jure.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koalisi Masyarakat Sipil menilai, rencana rekrutmen tersebut sudah keluar jauh dari tugas utama TNI sebagai alat pertahanan negara. Menurut Koalisi Masyarakat tersebut, TNI mestinya direkrut, dilatih, dan dididik untuk perang dan bukan untuk mengurusi urusan-urusan di luar perang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, maupun pelayanan kesehatan.

"Dengan demikian, kebijakan perekrutan sebagaimana sedang direncanakan tersebut telah menyalahi tugas utama TNI sebagai alat pertahanan negara sebagaimana diatur dalam konstitusi dan UU TNI itu sendiri," kata Koalisi Masyarakat Sipil kepada wartawan, Rabu (11/6/2025).

Koalisi Masyarakat Sipil menilai adanya perubahan lingkungan strategis dan ancaman perang yang semakin kompleks dan modern menuntut TNI fokus dan memiliki keahlian spesifik di bidang peperangan. Oleh karena itu Koalisi Masyarakat Sipil menilai menempatkan TNI untuk mengurusi hal-hal di luar pertahanan justru akan melemahkan TNI dan membuat TNI menjadi tidak fokus untuk menghadapi ancaman perang itu sendiri dan secara tidak langsung akan mengancam kedaulatan negara.

"Kami menilai, perekrutan dan pelibatan TNI bukan untuk menjadi pasukan tempur, melainkan untuk urusan seperti pertanian, perkebunan, peternakan, maupun pelayanan kesehatan adalah bentuk kegagalan untuk menjaga batas demarkasi yang tegas antara urusan sipil dan militer," bunyi pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil tersebut.

Lebih lanjut, Kelompok Masyarakat Sipil juga menyoroti peran TNI yang diatur dalam konstitusi UUD 1945 dan UU TNI. Berdasarkan aturan itu telah menetapkan pembatasan terhadap TNI yang tidak memiliki kewenangan mengurus pertanian, perkebunan, peternakan, maupun pelayanan kesehatan.

"Hal ini tentu mencederai semangat Reformasi TNI yang menginginkan terbentuknya TNI yang profesional dan tidak lagi ikut-ikutan mengurusi urusan sipil," katanya.

Oleh karenanya Koalisi Masyarakat Sipil mendesak pemerintah melakukan pengawasan terhadap perekrutan dan pelibatan TNI di luar tugas pokok dan fungsinya.

"Kami mendesak Presiden dan DPR untuk melakukan pengawasan dan evaluasi tentang perekrutan dan pelibatan TNI yang berlebihan tersebut karena telah menyalahi jati diri TNI sebagai alat pertahanan negara sesuai amanat konstitusi dan UU TNI," sambungnya.

(yld/imk)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |