Industri China Tertekan Tarif AS, Gerus Laba hingga Picu PHK Massal

12 hours ago 3

loading...

Tekstil China adalah salah satu industri yang paling berisiko terkena tarif yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump. FOTO/The Straits Times

JAKARTA - Sebagian besar industri di China diperkirakan tidak akan mampu bertahan dengan tarif yang dikenakan oleh Presiden AS Donald Trump saat ini. Analisis terbaru dari Bloomberg Economics menunjukkan tarif yang kini mencapai kisaran 40 persen jauh melampaui margin keuntungan rata-rata industri yang diperkirakan hanya sebesar 14,8 persen pada 2024.

Kesenjangan yang signifikan ini diprediksi akan mendorong penurunan harga yang lebih tajam, melemahkan keuntungan, dan dalam skenario terburuk, dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK), kebangkrutan, serta penutupan pabrik. Analis Chang Shu, David Qu, dan Maeva Cousin mengidentifikasi sektor-sektor yang paling berisiko, termasuk tekstil, perangkat teknologi informasi dan komunikasi, serta manufaktur furnitur.

Dari 33 sektor industri yang dianalisis, hanya lima sektor yang memiliki margin keuntungan lebih besar dibandingkan tarif yang dikenakan. Kelima sektor tersebut adalah farmasi, tembakau, serta ekstraksi minyak dan gas. "Beberapa perusahaan yang sangat bergantung pada pasar AS mungkin tidak akan bertahan," tulis para analis dalam catatan riset mereka dikutip dari The Straits Times, Senin (21/7).

Baca Juga: Bahas Perang Tarif, Trump dan Xi Jinping Berpeluang Bertemu di Korsel

Perusahaan-perusahaan lain kemungkinan akan berusaha menyesuaikan diri dengan menerima margin keuntungan yang lebih rendah, melakukan PHK, memotong upah, dan mungkin membanjiri pasar domestik serta pasar luar negeri dengan produk harga miring. Temuan ini menegaskan risiko ekonomi yang dihadapi oleh ekonomi terbesar kedua di dunia, terutama di tengah konsumsi domestik yang masih lesu.

Pejabat perdagangan dari kedua negara terus melakukan negosiasi untuk mencapai kesepakatan bilateral guna menghindari eskalasi tarif lebih lanjut. Di awal 2025, tarif untuk produk China pernah melonjak hingga 145 persen, menambah ketidakpastian bagi industri.

Data terbaru juga menunjukkan ketergantungan China pada produksi industri dan ekspor sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Meskipun Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh 5,2 persen pada kuartal kedua, melampaui perkiraan analis, pertumbuhan ini didorong oleh percepatan pengiriman barang dan penurunan harga oleh para produsen, yang keduanya sulit dipertahankan dalam jangka panjang.

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |