Jakarta -
Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan peraturan tentang pemberian keistimewaan bagi saksi pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum dalam mengungkap kasus pidana atau justice collaborator (JC). Keistimewaan itu berupa hukuman ringan hingga pembebasan bersyarat. Seperti apa mekanismenya?
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku yang diteken Presiden Prabowo Subianto, secara jelas diterangkan, untuk mendapatkan penghargaan itu, saksi pelaku, tersangka, terdakwa, atau narapidana dapat mengajukan permohonan untuk menjadi justice collaborator kepada penyidik, penuntut umum, dan pimpinan LPSK.
Permohonan itu diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan diajukan bisa melalui elektronik atau nonelektronik. Permohonan itu harus memenuhi syarat substantif dan administratif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Pasal 7 ayat 3 dalam PP 24/2025 itu, tertulis pemohon justice collaborator itu harus bersedia mengembalikan aset yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan. Kesediaan itu juga harus ditulis melalui surat pernyataan yang isinya menyatakan bersedia mengembalikan aset yang diperoleh dari tindak pidana.
Setelah mengajukan permohonan dan menyerahkan surat pernyataan kesediaan menyerahkan aset, penyidik, penuntut umum, atau pimpinan LPSK melakukan pemeriksaan administratif dan substantif.
Dalam Pasal 7 ayat 2 dan 4 syarat substantif dan administratif bagi pemohon sebagai berikut;
Syarat Substantif berupa:
A. Sifat pentingnya keterangan yang diberikan oleh tersangka atau terdakwa dalam mengungkap suatu tindak pidana; dan
B. Bukan sebagai pelaku utama dalam tindak pidana
Syarat Administratif berupa:
A. Identitas tersangka atau terdakwa;
B. Surat pernyataan bukan pelaku utama;
C. Surat pernyataan mengakui perbuatannya;
D. Surat pernyataan bersedia bekerja sama dengan penyidik atau penuntut umum;
E. Surat pernyataan bersedia mengungkap tindak pidana yang dilakukan dalam setiap tahap
pemeriksaan; dan
F. Surat pernyataan tidak melarikan diri.
Pemeriksaan administratif itu dilakukan dalam jangka waktu paling lama lima hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima. Bagaimana jika berkas permohonan tidak lengkap? Apabila berkas permohonan dinyatakan tidak lengkap berdasarkan hasil pemeriksaan administratif maka si pemohon bisa melengkapi kembali dengan waktu maksimal tujuh hari.
Apabila si pemohon tidak melakukan perbaikan atau melengkapi dokumen, maka permohonan ditolak.
"Terhadap permohonan yang dinyatakan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tersangka, terdakwa, atau kuasa hukumnya dapat mengajukan permohonan kembali sebelum tersangka atau terdakwa diperiksa sebagai saksi dalam persidangan," bunyi Pasal 10 ayat 4 sebagaimana dilihat detikcom, Rabu (25/6/2025).
Jika permohonan pemohon sudah lengkap secara administratif, tahap selanjutnya adalah pemeriksaan substantif. Pemeriksaan substantif ini adalah menilai sifat pentingnya keterangan yang diberikan tersangka atau terdakwa dalam mengungkap suatu tindak pidana dan memeriksa apakah pemohon pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapnya atau bukan.
Pemeriksaan substantif ini akan berlangsung selama 30 hari sejak tanggal permohonan diterima.
Apabila, permohonan diterima, maka justice collaborator ini akan mendapat pemisahan tempat penahanan dan pemisahan pemberkasan, selain itu pada tahap penuntutan saksi pelaku berhak mendapatkan penanganan secara khusus seperti memberikan kesaksian tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap. Namun, jika tidak diterima maka penyidik, penuntut umum, atau LPSK akan memberi tahu ke kuasa hukum disertai alasan.
(zap/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini