Jakarta -
Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya membongkar kasus penipuan modus pemalsuan barang yang dilakukan karyawan ekspedisi. Pelaku tidak mengirim barang orderan korban, melainkan mengirimkan paket palsu berisi kain perca.
"Pada saat memesan barang di market place, korban klik perusahaan jasa ekspedisi sebagai jasa pengantar barang kepada korban. Namun pelaku memanfaatkan waktu 7 hari untuk menyiapkan paket palsu yang berupa kain perca dan koran bekas yang akan diantarkan ke korban," kata Kasubbid Penmas Polda Metro Jaya AKBP Reonald Simanjuntak kepada wartawan, Jumat (11/7/2025).
Reonald mengatakan korban sadar barangnya ditukar saat melakukan unboxing. Korban pun akhirnya melapor ke pihak jasa ekspedisi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada saat unboxing, korban sadar ini bukan barang yang dipesan korban atau tidak sesuai dengan yang dipesan kemudian korban complain ternyata setelah dicek barang yang dipesan masih ada dan belum diantarkan," ujarnya.
Pihak jasa ekspedisi menerima total 100 keluhan serupa sejak Desember 2024-Januari 2025. Pihak korban mengatakan pengiriman orderan lebih cepat dari ketentuan. Namun saat dibuka, barang yang dipesan justru ditukar dengan kain perca.
"Hasil dari audit tersebut, ditemukan adanya 294 pengiriman dengan jenis pembayaran COD yang selesai lebih cepat dari 7 hari. Hal tersebut dikarenakan adanya penyalahgunaan wewenang karyawan di kantor Lengkong, Bandung, Jawa Barat," jelasnya.
Setelah dilakukan penyelidikan, Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya berhasil menangkap dua pelaku pria T dan MFB. Rupanya, pria T merupakan karyawan dari jasa ekspedisi tersebut.
"Adapun Tersangka T adalah pekerja harian lepas jasa ekspedisi yang bertugas menyortir barang pesanan sesuai lokasi pengiriman," imbuhnya.
Reonald menjelaskan otak kejahatan pria G (DPO) mulanya menawarkan tersangka MFB yang merupakan mantan kurir untuk terlibat dalam kejahatan tersebut. Pria G mengimingi MFB bayaran Rp 2.500 untuk setiap pemesanan COD yang dipalsukan.
Tersangka MFB lalu meminta tolong kepada tersangka T yang merupakan pegawai jasa ekspedisi untuk mendapatkan data pemesan. Dia juga dijanjikan bayaran Rp 1.500 untuk setiap pemesanan.
"Tersangka T menggunakan akun atau user milik karyawan jasa ekspedisi lain tanpa sepengetahuan pemilik akun mengakses ke sistem operasional," kata dia.
"Tersangka T mengakses dan melakukan pembukaan atau unmasking pada data customer tersebut berupa nama pemesan, jumlah pemesanan, jenis pesanan, alamat pengiriman, nomor handphone pemesan dan biaya COD pesanan," imbuhnya.
Berbekal data tersebut lah para pelaku melakukan aksi kejahatannya. Pihak jasa ekspedisi mengalami kerugian puluhan juta lantaran ganti rugi komplain barang tak sesuai dari para korban.
"Jasa ekspedisi mengalami kerugian materiil sekitar Rp 35 juta dan kerugian imateriil berupa kehilangan kepercayaan masyarakat, dan selanjutnya melaporkan ke Polda Metro Jaya," tuturnya.
Saat ini kedua pelaku yang sudah ditangkap sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Mereka dijerat Pasal 46 Jo Pasal 30 dan atau Pasal 48 Jo Pasal 32 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE.
(wnv/dek)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini