loading...
Rapat dengar pendapat (RDP) RUU KUHAP di Komisi III DPR, Jakarta, Rabu (18/6/2025). Foto/Dok. SindoNews
JAKARTA - RUU KUHAP diharapkan menjunjung hak asasi manusia (HAM) dengan menegaskan durasi penyidikan kasus pidana. Ketiadaan batas waktu penyidikan dianggap tidak memberikan kepastian dalam penegakan hukum dan berdampak banyak laporan pidana terkatung-katung nasibnya.
Akademisi pascasarjana Universitas Borobudur Ahmad Redi berpandangan pembaruan KUHAP idealnya dapat menjamin keseimbangan dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan di antara lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Ia menambahkan, ketiadaan batas waktu penyelidikan dianggap tidak memberikan kepastian dalam penegakan hukum dan berdampak banyaknya laporan pidana terkatung-katung nasibnya. Baca juga: RDPU dengan Komisi III DPR, Ikadin Sampaikan 130 Usulan Penyusunan RUU KUHAP
“Pembaharuan KUHAP idealnya mengatur jangka waktu maksimal untuk penyelidikan/penyidikan guna memberikan kepastian hukum bagi terdakwa dan masyarakat, mencegah penyalahgunaan wewenang oleh penegak hukum, mencegah kasus-kasus yang belum selesai menjadi terlalu lama, memastikan proses hukum berjalan efisien,” kata Redi saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR , Jakarta, Rabu (18/6/2025).
Salah satu poin usulan lain yang menjadi perhatian serius Universitas Borobudur yaitu kesetaraan penyidik. RUU KUHAP, lanjut Redi, harus juga mengatur tegas kedudukan penyidik Polri, penyidik lain, dan PPNS secara setara dan sebanding. "Hal itu guna memastikan efektivitas penegakan hukum, mencegah potensi penyalahgunaan wewenang, dan memastikan keadilan dalam proses peradilan pidana," ungkapnya.
Di samping itu Redi menekankan pentingnya pengaturan atas aksesibilitas penuntut umum dan advokat terhadap proses penyidikan, termasuk pemeriksaan saksi, ahli, tersangka dan barang bukti.