Kasus Vonis Tannur, Eks Ketua PN Surabaya Jelaskan Pesan 'Jangan Lupakan Aku'

17 hours ago 2

Jakarta -

Eks Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono, menjelaskan soal pesan 'jangan lupakan aku' terkait vonis bebas Ronald Tannur. Rudi mengatakan pesan itu ia sampaikan untuk pamitan sebelum pindah tugas dari PN Surabaya.

Hal itu disampaikan Rudi Suparmono saat menanggapi keterangan mantan hakim PN Surabaya sekaligus hakim ketua pembebas Ronald, Erintuah Damanik, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (13/5/2025). Erintuah dihadirkan sebagai saksi untuk Rudi dalam kasus dugaan suap vonis bebas Ronald.

Mulanya, Rudi mengatakan penunjukan majelis hakim yang menangani perkara Ronald merupakan hasil diskusi dengan Wakil Ketua PN Surabaya. Sebagai informasi, majelis hakim perkara Ronald diketuai Erintuah Damanik dengan anggota Mangapul dan Heru Hanindyo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Itu didiskusikan lagi dengan Pak Wakil, jadi bukan saya yang menunjuk karena kan yang menetapkan Pak Wakil," kata Rudi Suparmono.

Rudi lalu menjelaskan maksud pesan 'jangan lupakan aku' yang ia sampaikan ke Erintuah. Dia mengatakan pesan itu bermaksud agar Erintuah tidak melupakannya karena saat itu ia akan pindah tugas ke PN Jakarta Pusat.

"Yang kedua terkait dengan, 'Jangan lupakan saya'. Penting bagi saya Yang Mulia, untuk memastikan bahwa saya tidak bermakna apa pun menyampaikan itu selain untuk mengingatkan beliau bahwa saya akan dilantik di PN Jakarta Pusat, diskusinya tentang itu. Tapi kalau beliau menafsirkan kemudian sebagai mengingat untuk sesuatu itu bukan pemahaman saya," ujar Rudi.

Rudi membantah menyampaikan pesan itu untuk meminta jatah uang terkait vonis bebas Ronald. Erintuah menyatakan tetap pada keterangannya.

"Jadi dua itu aja ya?" tanya ketua majelis hakim Iwan Irawan.

"Iya, saya nggak ada maksud untuk meminta sesuatu terkait itu," jawab Rudi.

"Saudara saksi tetap dengan keterangannya?" tanya ketua majelis hakim Iwan Irawan.

"Tetap," jawab Erintuah.

Dalam sidang ini, Erintuah mengatakan Rudi menyampaikan pesan 'jangan lupakan aku' sebanyak tiga kali. Dia mengaku memaknai pesan itu sebagai permintaan jatah uang terkait vonis bebas Ronald.

Erintuah mengatakan ada SGD 20 ribu yang disisihkan sebagai bagian untuk Rudi atas tindak lanjut pesan tersebut. Namun uang itu belum sempat ia serahkan ke Rudi, yang kemudian dikembalikan ke penyidik Kejaksaan Agung RI.

"Pada tanggal 10, saya ketemu lagi dengan hakim anggota, saya bagikan uangnya. Saya serahkan uangnya. Saya bagi semuanya di situ, saya, Mangapul, dan Heru. Pada saat pembagian saya bilang, Pak Ketua ada tiga kali ngomong, 'jangan lupakan saya, tolong disisihkan' akhirnya kita sisihkanlah uang di situ, SGD 20 ribu untuk Pak Ketua, SGD 10 ribu untuk PP (panitera pengganti)," kata Erintuah.

"Tapi, setelah putusan, perkara ini booming, Pak. Jadi uang itu masih saya pegang, sampai pada saat itu. Kemudian, uang itu sudah saya serahkan, sudah saya kembalikan kepada penyidik. Semua yang kita terima sudah saya serahkan kepada penyidik," imbuh Erintuah.

Dalam kasus ini, Rudi didakwa menerima gratifikasi senilai SGD 43 ribu dalam kasus vonis bebas Gregorius Ronald Tannur terkait kematian Dini Sera Afrianti. Uang itu diterima Rudi dari pengacara Ronald, Lisa Rachmat.

"Sebagai Ketua Pengadilan Negeri Surabaya menerima hadiah atau janji yaitu menerima uang tunai sebesar SGD 43 ribu dari Lisa Rachmat selaku advokat atau penasihat hukum dari Gregorius Ronald Tannur," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (19/5).

Jaksa mengatakan uang itu diberikan Lisa agar Rudi menunjuk majelis hakim perkara Ronald sesuai keinginannya. Mereka ialah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yaitu supaya Terdakwa Rudi Suparmono selaku Ketua Pengadilan Negeri Surabaya menunjuk majelis hakim dalam perkara pidana Gregorius Ronald Tannur yang sesuai dengan keinginan dari Lisa Rachmat," ujar jaksa.

Selain itu, Rudi didakwa menerima suap lain dengan total konversi hari ini senilai Rp 21.963.626.339,8 (miliar). Uang itu ditemukan penyidik saat menggeledah rumah Rudi dengan pecahan mata uang rupiah Rp 1,7 miliar lebih, mata uang asingnya ada USD dan SGD masing-masing 383 ribu dan 1.099.581.

"Telah menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing, yaitu Rp 1.721.569.000, USD 383 ribu, SGD 1.099.581," ujar jaksa.

Jaksa meyakini uang itu harus dianggap sebagai pemberian suap yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban Rudi sebagai Ketua PN Surabaya. Jaksa mengatakan Rudi tidak pernah melaporkan penerimaan gratifikasi itu ke KPK.

Jaksa mendakwa Rudi Suparmono melanggar 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor.

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |