Jakarta -
KPK mengumumkan delapan nama tersangka kasus dugaan suap pengurusan tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). KPK mengungkap sejauh ini sudah melakukan penggeledahan di 15 lokasi.
"Sekitar 15 lokasi yang telah kita lakukan penggeledahan," kata Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).
Budi menjelaskan dari 15 lokasi yang digeledah, KPK turut mengamanatkan beberapa barang bukti. Mulai dari kendaraan hingga sejumlah uang tunai dengan mata uang beragam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari penggeledahan ini juga telah kita sita beberapa barang bukti diantaranya 11 unit kendaraan roda empat dan 2 unit kendaraan roda dua dari hasil penggeledahan di beberapa rumah para tersangka. Kemudian sejumlah uang baik dalam bentuk dolar, dolar Singapura, dolar Amerika, kemudian euro dan rupiah. Kami tidak bisa merinci secara detail, namun itu telah kita laksanakan penyitaan," ungkap Budi.
8 Orang Tersangka, Ada Eks Dirjen Binapenta
Sebelumnya, KPK telah mengungkapkan daftar nama delapan tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan TKA di Kemnaker. Dari delapan orang tersangka, dua orang merupakan mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK).
"Mereka diduga melakukan pemerasan terhadap tenaga kerja asing yang akan melakukan pekerjaan di Indonesia dengan cara yaitu para tenaga kerja asing ini apabila akan masuk ke Indonesia untuk melakukan kerja mereka akan meminta izin berupa RPTKA. Nah, kewenangan pengeluaran RPTKA ini ada di Dirjen Binapenta. Dari sini ternyata ada celah-celah di dalam pembuatan RPTKA," kata Budi saat konferensi pers, Kamis (5/6).
Berikut ini delapan tersangka kasus dugaan suap pengurusan TKA di Kemnaker:
1. Suhartono, selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker tahun 2020-2023
2. Haryanto, selaku Direktur PPTKA tahun 2019-2024 yang juga Dirjen Binapenta dan PKK tahun 2024-2025 dan kini menjabat Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Internasional
3. Wisnu Pramono selaku Direktur PPTKA tahun 2017-2019
4. Devi Angraeni selaku Direktur PPTKA tahun 2024-2025
5. Gatot Widiartono selaku Koordinator Analisis dan Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2021-2025
6. Putri Citra Wahyoe selaku Petugas Hotline RPTKA periode tahun 2019 sampai dengan 2024 dan Verifikator Pengesahan RPTKA pada Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2024-2025
7. Jamal Shodiqin selaku Analis TU Direktorat PPTKA tahun 2019-2024 yang juga Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA tahun 2024-2025
8. Alfa Eshad selaku Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker tahun 2018-2025.
KPK mengungkap suap ini terjadi pada proses pengajuan pembuatan rencana penggunaan TKA oleh para agen. Pembuatan RPTKA yang diajukan para agen menjadi wewenang dari Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Peluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker.
Dalam setiap pengajuan pembuatan RPTKA ini, para agen harus menunggu selama lima hari untuk mengetahui diterima atau tidaknya pengajuan tersebut. Pihak Ditjen Binapenta pun dengan sengaja menggantung informasi diterima atau tidaknya pengajuan pembuatan RPTKA kepada para agen hingga melakukan pemerasan.
"Bagi yang tidak menyerahkan sejumlah uang, tidak pernah akan diberitahu apakah sudah lengkap atau tidak. Sehingga hal ini menimbulkan para agen itu akan mendatangi para oknum-oknum tadi," ungkap Budi.
Dia juga menjelaskan uang yang mesti dibayar para agen ini pun sudah ditentukan oleh pihak Ditjen Binapenta. Mereka memasang tarif kepada para agen untuk setiap RPTKA yang dikeluarkan.
"Dari sinilah kemudian oknum-oknum tadi yang staff yang paling bawah tadi, atas perintah dari atasannya berjenjang sampai dengan dirjennya, itu menentukan tarif-tarifnya, berapa yang harus dipungut ketika perizinan ini bisa dikeluarkan," terang Budi.
"Nah, disinilah terjadi prosesnya permintaan sejumlah uang itu pada para agen, dengan alasan bahwa supaya RPTKA ini bisa dikeluarkan," sambungnya.
Dia menjelaskan RPTKA ini penting bagi para agen agar TKA bisa segera ditempatkan ke masing-masing lokasi kerja. Sebab, kata dia, semakin lama RPTKA ini keluar maka para agen pun harus membayar denda terhadap setiap penggunaan TKA.
"Ini juga merupakan celah yang juga bisa dibaca oleh oknum-oknum dari Kemnakertrans tersebut. Karena ketika RPTKA ini tidak segera diterbitkan, dan para TKA ini telat untuk tidak apa namanya ditempatkan, akan mengalami denda dan dendanya cukup lumayan per hari hitungannya," ujar Budi.
"Hal inilah yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum dari Kemnaker tadi untuk melakukan pemerasan atau permintaan sejumlah uang kepada para agen-agen yang melakukan pengurusan terhadap RPTKA," imbuhnya.
(idn/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini