loading...
Indonesia mencatatkan angka fantastis impor BBM dari Singapura. FOTO/ET
JAKARTA - Indonesia mencatatkan angka fantastis dalam impor bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura dengan volume mencapai sekitar 15,07 miliar kilogram sepanjang tahun 2024. Nilai impor tersebut mencapai USD 11,4 miliar atau setara Rp188,85 triliun. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pada bulan Desember 2024, volume impor BBM dari Singapura mencapai 1,54 miliar kilogram, dengan nilai transaksi sekitar USD 1,06 miliar atau Rp 17,6 triliun.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa Singapura menyuplai 50% dari total impor BBM Indonesia. Hal ini menjadi perhatian pemerintah yang berencana untuk menghentikan impor dari negara tersebut dengan mengalihkan pasokan ke negara lain seperti Amerika Serikat dan negara-negara Timur Tengah.
Baca Juga: Tak Masuk Akal, Indonesia Segera Setop Impor BBM dari Singapura
Bahlil menilai ketergantungan Indonesia terhadap BBM impor dari Singapura sebagai negara yang bukan produsen minyak adalah tidak masuk akal. "Kita impor minyak dari negara yang tidak punya minyak. Lucu kan?" ujar dia dalam forum Energi Mineral di Jakarta, Senin (26/5).
Ia menegaskan, harga BBM dari Timur Tengah sebanding dengan harga dari Singapura, sehingga lebih logis untuk beralih ke negara-negara penghasil minyak. Singapura telah menjadi pemasok BBM terbesar ke Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, meskipun negara tersebut tidak memiliki cadangan minyak yang signifikan.
Ketergantungan ini menjadi sorotan pemerintah yang ingin memperkuat strategi energi nasional dan mengurangi ketergantungan pada negara yang tidak memiliki sumber minyak. Bahlil menyatakan bahwa pengalihan impor BBM dari Singapura akan dilakukan secara bertahap. "Salah satu yang harus kami alihkan adalah kuota impor dari Singapura," tegas dia.
Ia menegaskan, pengalihan ini akan segera dilakukan, meskipun tidak menyebutkan waktu pastinya. Bahlil juga mendorong peningkatan lifting minyak domestik sebagai bagian dari strategi untuk mengurangi ketergantungan pada impor. "Hanya orang malas yang bilang tidak bisa. Dalam 6 bulan pertama saya menjabat, kami perbaiki regulasi. Sekarang, semua harus bekerja lebih keras," ujarnya.