Ahli Forensik Sebut Juliana Marins Meninggal Bukan karena Hipotermia

5 hours ago 1

Denpasar -

Dokter ahli forensik RSUP Prof Dr IGNG Ngoerah Denpasar, Ida Bagus Putu Alit, mengatakan kematian Juliana Marins (27), turis Brasil yang tewas setelah terjatuh ke jurang di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB), bukan karena hipotermia. Putu Alit menyebut Juliana meninggal dunia lantaran benturan benda keras.

"Untuk hipotermia, tanda-tanda adanya itu luka-luka yang ditimbulkan di ujung-ujung jari berwarna hitam. Nah, ini tidak kami temukan," ujar Putu Alit dilansir detikBali, Jumat (27/6/2025).

Putu Alit menjelaskan suhu di wilayah tersebut memang dingin, tapi kematian Juliana bukan disebabkan suhu ekstrem. Ia menyebut Juliana meninggal akibat benturan benda keras yang menyebabkan kerusakan organ tubuh dan pendarahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dari patah-patah tulang inilah terjadi kerusakan pada organ-organ dalam serta pendarahan," terang Alit.

Menurutnya, hampir seluruh tubuh Juliana mengalami luka-luka, terutama luka lecet geser yang mengindikasikan tubuh korban bergesekan dengan benda-benda tumpul. Selain itu, ditemukan patah tulang pada bagian dada belakang, tulang punggung, dan paha.

"Bahkan di dalam organ tubuh terutama organ spleen (limpa), tidak ditemukan mengkerut akibat hipotermia," jelasnya.

Ia menegaskan tidak adanya penyusutan limpa menunjukkan pendarahan terjadi dengan cepat, bukan secara perlahan seperti yang biasa terjadi pada kasus hipotermia.

"Jadi dapat kami sampaikan bahwa kematian itu dalam jangka waktu yang sangat singkat," tambahnya.

Pemeriksaan lebih lanjut juga tidak menemukan tanda-tanda bahwa korban telah meninggal dalam jangka waktu lama sebelum ditemukan. Hal ini diperkuat dengan kondisi luka yang masih baru dan belum menunjukkan proses pembusukan lanjutan.

"Jadi kami tidak menemukan bukti-bukti atau tanda-tanda bahwa korban meninggal dalam jangka waktu yang lama dari luka-luka," ungkapnya.

Di bagian kepala memang ditemukan luka, namun belum sampai menimbulkan herniasi otak. Menurut Alit, herniasi otak biasanya terjadi beberapa jam hingga beberapa hari setelah luka.

"Itu kami tidak menemukan. Tidak ada bukti di kepala. Kemudian di dada dan perut juga tidak ditemukan," tegasnya.

Baca selengkapnya di sini.

(dwr/imk)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |